Deteksinfo, Pemalang – “Fakir miskin dan anak -anak telantar di pelihara dan di lindungi oleh negara” begitulah bunyi pasal 34 UUD 1945.
Kesepakatan antara Presiden dan DPR RI itu jelas artikulasi nya memerintahkan agar masalah sosial dalam hal ini anak telantar (baca anak jalanan-red) juga sebagai hal yang serius, harus di tuntaskan permasalahannya.
Akan tetapi fenomena kemunculan anak jalanan, akhir-akhir ini malah semakin Subur, bertumbuh kembang bermunculan bagai Jamur di siram air hujan.
Di Pemalang Jawa Tengah, menurut Sumedi seorang supir angkot yang memulai pekerjaan menjadi sopir melayani jurusan terminal ditandu (sekarang sudah pindah sejak 1996) , kota- Beji – Petarukan mengatakan, “Saat awal saya narik angkot, tak ada satu pun anak jalanan yang berkeliaran di lampu merah, namun semenjak krisis moneter 1998 baru mulai ada anak – anak jalanan, yang mengamen di lampu merah yang ada di seluruh Kota Pemalang” ucapnya.
Ia ceritakan, kemunculan anak-anak Punk (Sebutan bagi anak jalanan) semakin kesini semakin banyak dan yang lebih parah, mereka seperti hilang akal. Bagaimana tidak? Pergaulan antara anak jalanan yang rata – rata berusia masih belasan tahun, antara anak jalanan laki laki dan perempuan, tidak ada batasan norma etika sosialnya.
“Saya ngga asal ngomong mas” ucap Sumedi, “Bahkan anak tetangga Saya, sekarang malah sudah punya anak karena pergaulan bebas di jalanan itu” lanjutnya.
Dikonfirmasi berbeda, Andika salah seorang anak jalanan yang mengaku sebagai warga Asemdoyong Pemalang ketika di temui awak media mengatakan bahwa dia senang hidup di jalanan, dengan alasan mencari Pengalaman dan banyak teman (Komunitas).
Tentang masa depannya, Dia berkeinginan hidup normal dan ingin menikah nantinya.
Sementara itu, Kantor Dinas sosial KBPP Kabupaten Pemalang melalui Sub Kordinator Bidang Penanganan Sosial, Nina Min Lusiyanti, ketika di temui beberapa hari yang lalu mengatakan, penanganan masalah anak jalanan di kabupaten Pemalang sangat rumit dan kompleks bagai mengurai benang kusut.
Pihaknya bekerja sama dengan instansi terkait seperi Satuan Polisi Pamong Praja dan Polres, seringkali mengadakan operasi bersama, menangani keberadaan anak jalanan yang semakin hari semakin banyak.
Tidak satu dua kali, ketika sudah terjaring, anak anak itu kami tampung di sini, di kantor yang berada di jalan Gatot subroto , untuk sementara sambil menunggu di data, bila di temukan ada yang berasal dari luar kota, akan kita kembalikan ke kota asalnya dan yang berasal dari Pemalang akan kita bina di sini sementara atau kita Reunivikasi (Dikembalikan ke orang tua nya atau pihak Desa / kelurahan).
Akan tetapi setelah di kirim ke Panti Rehabilitasi dan Pembinaan Provinsi di Kota Semarang, pihak Panti rehab pun mengalami Kebuntuan, ” Pembinaan seperi apa, yang akan di lakukan untuk mereka anak anak jalanan” dan akhirnya, masih menurut Nina ujung ujungnya kembali di Reunivikasi kepada pihak Kelurahan atau Desa untuk di serahkan kepada Orang tua nya.
Setelah kembali kepada keluarganya di rumah, tak lama mereka akan kembali ke jalan.
Ketika di tanya lebih lanjut , faktor apa yang menyebabkan anak jalanan ini banyak bertambah?
Lebih lanjut Nina mengatakan ada beberapa hal, seperti karena putus sekolah, keadaan keluarga yang tidak harmonis ( Broken home ) serta ajakan dari temannya yang sudah terlebih dahulu terjun di jalanan berkomunitas, kebanyakan karena alasan Komunitas.
Apapun latar belakang yang mewarnai anak jalanan, menjadi betah dan menikmati kehidupan di jalanan adalah pemandangan yang miris untuk di lihat, betapa tunas Bangsa tumbuh berkembang di tempat yang salah, Jalanan, sebuah tempat yang tak layak bagi generasi calon penerima kemudi Bahtera Negara, mereka anak-anak Bangsa, yang harus secepatnya di rawat inapkan di bangsal rehabilitasi mental, karena rata-rata mereka terjangkit penyakit virus mental.
Dimana di area publik yang ramai di jalanan, mereka sudah semakin hilang mental, makan minum sudah tak canggung, merokok sudah tak malu, lebih parah lagi, pergaulan anak laki laki dan perempuan tanpa batas sosial, budaya malu bagi mereka adalah kata semu,yang penting bahagia ,tertawa itulah yang mereka cari.
Lalu kemanakah hasil beberapa kali revisi dari sebuah pasal yang mengatur tentang anak anak telantar ( anak – anak jalanan ) akan kemana laju Bahtera Bangsa , ketika para calon ABK dan TARUNA nya,lemah lunglai, tertidur kekenyangan dalam mimpi, berceceran di pinggir dan sudut sudut jalanan serta taman. (Ragil 74)