Deteksinfo – Adalah seorang bernama Buyung nasibnya kurang beruntung, dengan kakinya (maaf) yang Buntung, berjalan terhuyung huyung, mangkal di depan tempat orang terkurung (Rutan) hanya bisa menghitung, orang berjalan berduyun-duyun di pagi yang sedikit mendung, dalam lamat gema takbir bersenandung.
Senantiasa berharap dalam tangis ratap , di saat banyak orang bahagia di depan dirinya yang hampa .
Dari kejauhan dengan lelah, menatap banyak manusia menuju rumah Illah, sambut bahagia kemenangan idul fitri yang dia selalu sendiri mengais sisa rejeki di ujung embun pagi.
Duh Gusti, kapan lakon sengsaraku akan engkau akhiri?
Tapi si Buyung tahu, nasibnya lebih beruntung di bandingkan ratusan orang di tempat dia menunggu, orang orang yang berhati sendu.
Tak jauh dari belakang punggungnya , di tembok tinggi berjeruji, terhalang oleh seramnya kawat berduri, mereka dalam sepi sendiri di antara kerumunan manusia yang sedang merenung makna idul fitri.
Menanti kebebasan, dalam ulasan putusan hukuman, dalam kesenyapan hari-hari di balik tembok Rutan.
Si Buyung pun tahu, dalam kekurangan fisik yang mendera, ada bahagia yang harus di paksa di bandingkan dengan mereka, dirinya lebih merdeka, bisa menatap, menghirup, bebas akan semesta, walaupun dia tahu, dirinya termasuk orang orang yang sendiri di hari Idul Fitri.
Pojok rumah tahanan 1 syawal 1443 H. (Ragil 74)